
KBRN, Lhokseumawe – Sebagian masyarakat di Kota Lhokseumawe masih memandang limbah secara negatif. Sementara itu, di daerah lain di Indonesia, masyarakat sudah mulai melihat sisi positif dari limbah karena ternyata dapat memiliki nilai ekonomi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh (Unimal), Dr. Ir. Rozanna Dewi, M.Sc., yang didampingi Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Baidawi, pada Selasa sore, 6 Juni 2023, dalam acara Dialog Kentongan Tanggap Bencana RRI Lhokseumawe dengan tema Pengelolaan Limbah Bernilai Ekonomi.
Dr. Rosa (sapaan akrab Rozanna Dewi) menjelaskan bahwa limbah, khususnya limbah plastik, jika dibuang begitu saja, tidak akan terurai bahkan hingga 1.000 tahun.
"Jadi, jika kita tidak mengubah kebiasaan dan hanya membuangnya ke tempat pembuangan akhir, ini bisa menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Padahal di daerah lain, limbah plastik sudah dicacah, dipilah, dan diolah menjadi paving block, briket, furnitur, dan sebagainya. Bahkan bila tetap dibuang ke TPA, plastik tidak akan terurai. Apalagi jika dibuang ke saluran air seperti kolam, parit, atau drainase, maka akan menyumbat aliran air," jelasnya.
Hasil penelitian dari berbagai universitas di Indonesia maupun dunia menunjukkan bahwa hanya sekitar 9 persen limbah plastik yang berhasil diproses kembali. Artinya, limbah plastik yang dibuang oleh penggunanya bisa mencapai miliaran ton di seluruh dunia setiap tahunnya.
"Jika ditumpuk, limbah plastik itu bisa menutupi bahkan mendominasi permukaan bumi. Maka, yang bisa dilakukan sekarang adalah pertama-tama pendidikan untuk mempermudah proses pengelolaan dan pengolahan limbah plastik," tambah Dr. Rosa.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Unimal, Dr. Baidawi, menegaskan bahwa berbicara tentang limbah memang ada dua sisi: sisi negatif dan sisi positif. Namun hingga kini, banyak orang yang masih lebih sering melihat sisi negatifnya.
Hal ini diperparah oleh perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Padahal, dari sisi positif, limbah memiliki nilai ekonomi karena dapat diolah kembali.
"Masalahnya, ini harus dimulai dari keluarga. Pertama, harus ada pendidikan mengenai jenis sampah yang harus dipilah. Di Lhokseumawe misalnya, ketika hujan deras turun, sering kali langsung banjir. Salah satu penyebabnya kemungkinan sampah menyumbat saluran air. Belum lama ini saya juga melihat di kawasan Jalan Darussalam, seperti yang disampaikan Pj. Wali Kota, got-got dibuka dan ternyata banyak sekali sampah yang diangkut dengan alat berat dan truk. Ini akibat perilaku yang menyebabkan limbah plastik menyumbat saluran air," jelas Dr. Baidawi, yang akrab disapa Bay.
Terkait limbah organik atau non-plastik, menurutnya juga bisa diolah dengan cara sederhana, misalnya dengan membuat lubang di tanah, lalu sampah tersebut dikubur selama beberapa minggu hingga menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk pertanian.